Di masa kini dan di masa mendatang, tantangan dakwah semakin berat. Salah satu isu globalisasi yang sekarang ini melanda dunia. Globalisasi membuat dunia seakan-akan menjadi desa yang menyatu (global village). Informasi semakin cepat dapat diakses dan up to date, distribusi barang dan jasa menjadi tak terbatasi, manusia dan kebudayaannya samakin seragam, ilmu pengetahuan dan teknologi semakin cepat berkembang, sehingga hal itu menimbulkan dampak yang serius bagi pengembangan dakwah.
Guna menghadapi tantangan era globalisasi tersebut, seorang kader dakwah diharapkan memiliki spesifikasi pada bidang tertentu dan berwawasan global. Dengan spesialisasi, diharapkan ikhwah fokus pada keahlian atau ketrampilan tertentu, sehingga memiliki daya saing yang tinggi. Sebab tanpa spesialisasi akan sulit bagi ikhwah untuk memiliki daya saing yang tinggi terhadappihak lain yang saat ini semakin fokus dan spesialisasi menggarap berbagai bidang kehidupan. Sedang berwawasan global diharapkan akan membuat ikhwah tidak berpikiran sempit dan terkotak-kotak.Hal ini nampaknya paradoks. Sebab memadukan dalam satu kepribadian dua sifat yang berbeda, sifat yang semakin spesialis (khusus) dengan sifat yang semakin umum (luas). Namun hal ini sebenarnya tidak paradoks. Sebab yang satu (yakni spesialis) berada pada tataran aktivitas (amal), sedangkan yang satu lagi (yakni global) berada pada tataran pengetahuan (fikroh).
Seperti diketahui, manusia memiliki tiga dimensi; dimensi fikroh, ruh dan amal. Ketiga dimensi tersebut perlu berkembang dan kendalinya terdapat pada dimensi ruh (hari). Imam Al Ghazali menyebut dimensi ruh (hati) sebagai ‘raja’ yang mengatur dan mengendalikan dimensi manusia lainnya. Al Akh perlu mengembangkan dimensi amalnya dalam bidang muamalah agar semakin spesialis. Ia diharapkan akan lebih lama menghabiskan waktunya pada bidang spesialisasi tertentu. Al Akh pun perlu mengembangkan dimensi pengetahuannya agar semakin luas (global), sehingga ia memahami prinsip-prinsip disiplin ilmu yang bukan menjadi spesialisasinya dan memahami berbagai informasi yang terkait dengan pengembangan dunia kontemporer. Kendali dalam mengelola kebutuhan antara amal yang semakin spesialis dengan pengetahuan yang semakin mengglobal ada pada dimensi ruh. Dimensi ruh yang diisi oleh iman dan ghiroh memperjuangkan Islam akan mampu mengelola dua hal yang tampaknya paradoks tersebut menjadi kekuatan yang serasi dan saling mendukung. Hal ini tampak pada pribadi para ilmuwan Islam masa lalu, seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Al Biruni, dan lain-lain. Mereka adalah spesialis pada bidang-bidang tertentu, tetapi memiliki wawasan global terhadap perkembangan dunia di masanya.
Seorang kader diharapkan tampil seperti para ilmuwan Islam masa lalu yang ahli meneliti dan mengkaji cabang ilmu tertentu atau terampil pada bidang tertentu, tetapi tetap mampu berpikiran luas dan global, sehingga mereka jika mau dan tertarik dapat dengan mudah meneliti dan mengkaji cabang ilmu dan ketrampilan lainnya dengan hasil yang tetap mengagumkan. Hal ini karena mereka dikendalikan oleh ruh iman yang kuat sehingga profil keilmuwan mereja berbeda dengan profil keilmuwan Barat (non muslim).Upaya ilmuwan Barat ’memadukan’ teori-teori antar cabang ilmu tidak ’sehebat’ dengan apa yang telah dilakukan para ilmuwan Islam di masa lalu.Ilmuwan Islam di masa lalu telah berhasil menyerasikan hubungan antar teori berbagai cabang ilmu menjadi pengetahuan yang padu. Bahkan, mereka berasil memadukan hubungan yang serasi antara ilmu dan agama. Sedang ilmuwan Barat (baca: metodologi Barat) gagal melakukan tugas ini, sehingga sampai saat ini yang berlaku doktrin ”Ilmu untuk ilmu dan agama untuk agama”. Bagi Barat, agama dan ilmu pengetahuan merupakan merupakan dua bidang kajian yang berbeda dan tidak akan pernah bertemu sampai kapanpun. Suatu doktrin yang tentu saja sangat bertentangan dengan pandangan Islam tentang ilmu pengetahuan itu sendiri. Islam memandang, agama dan ilmu pengetahuan sebagai dua hal yang serasi. Masing-masing menguatkan dan menjelaskan satu sama lain.
Jadi, pengertian profil kader yang spesialis dan berwawasan global harus ditempatkan pada koridor paradigma dan sejarah Islam, bukan pada paradigma dan sejarah peradaban Barat. Hal ini berarti Al Akh yang diharapkan terbentuk adalah Al Akh yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Memiliki spesialiasasi berupa keahlian atau ketrampilan pada bidang tertentu
2. Dengan modal wawasan yang globa, dapat menjadi spesialisasi di bidang lainnya jika memang hal itu dibutuhkan
3. Memahami prinsip-prinsip cabang ilmu yang bukan menjadi spesialisasinya
4. Mencermati perkembangan informasi dunia kontemporer
Dalil naqlil yang mendukung hal ini antara lain:
Katakanlah: “Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing…” (QS. Al Israa: 84)”Sesungguhnya telah beralalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah. Karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (QS.Ali Imran:137)”Maka apablia kamu telah selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain” (Al Insyirah:7)”…maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (An-Nahl:43Hadist Nabi:”Tuntutlah ilmu walau ke negeri Cina” ”Hikmah adalah milik mukmin. Dimanapun ia berada, kalian lebih berhak untuk memilikinya.””Kamu lebih tahu tentang duniamu.”
Indikator-indikator profil seorang kader yang memiliki spesialisasi dan berwawasan global:
1. Mengetahui spesialisasi apa yang perlu dikembangkannya. Hal ini berarti, ia perlu mengetahui potensi yang dimilikinya.
2. Lebih banyak menghabiskan waktunya untuk mengembangkan spesialisasi yang dimilikinya.
3. Mampu menganalisa dan menjelaskan kepada orang lain hal-hal yang terkait dengan spesialisasinya
4. Berupaya dengan sungguh-sungguh untuk melanjutkan pendidikan formal sesuai dengan spesialisasinya
5. Minimal pernah menghasilkan dua buah karya (ide/produk) yang terkait dengan spesialisasinya dan pernah dipublikasikan kepada umum
6. Bekerja untuk amal jama’i sesuai dengan spesialisasinya
7. Menyadari bahwa berkarya pada spesialisasinya meruapakan bagian dari jihad dan dakwah
8. Meluangkan waktu minimal sepekan sekali @ 1 jam untuk membaca hal-hal yang tidak terkait dengan spesialisasinya.
9. Mampu menjelaskan prinsip-prinsip cabang ilmu lain yang bukan merupakan spesialisasinya
10. Mampu menjelaskan pengembangan informasi dunia kontemporer, khusunya di bidang ekonomi, iptek, sosial dan politik.
11. Berusaha dengan sungguh-sungguh untuk melakukan perjalanan ke luar negeri, khususnya ke negara-negara yang dikategorikan sebagai negara ’maju’
12. Mampu menjelaskan ideologi dan peradaban negara adikuasa dan mnimal dua negara yang sedang berkembang perekonomiannya.
13. Berminat minimal pada dua spesialisasi lainnya (di luar spesialisasi yang sekarang digelutinya) dan menyediakan waktu untuk mempelajarinya
14. Merasa mampu untuk berpindah pada spesialisasi lainm jika hal itu memang dibutuhkan.
15. Mampu bekerjasama dengan orang-orang yang bekerja pada spesialisasi yang berbeda.
(diambil dari buku Profil Partai Keadilan Sejahtera)
Tinggalkan komentar